Backpaker Hemat ke Bali [Part 1] : Perjalanan Semarang – Jogja – Banyuwangi – Bali

Setelah semester 8 barusan aja selesai, saya beserta 3 travel mate melakukan perjalanan ke Bali. Saya yang berangkat dari Semarang ke Jogja naik bus Ramayana dengan biaya idr 45k. Jika kalian ingin lebih hemat, dapat menggunakan kereta api Kalijaga (St. Poncol – Solo Balapan) kemudian dilanjutkan dengan kereta Pramex (Solo – Lempuyangan) hanya mengeluarkan biaya idr 18k saja.
Singkat cerita, kereta yang akan kami naiki dari Jogja menuju Banyuwangi adalah kereta Sri Tanjung. Dengan biaya idr 94k kami menaiki KA Sri Tanjung pukul 07:15 WIB dan sampai Banyuwangi ± 21:30 WIB. Lumayan pegel deh naik kereta selama 14 jam. Inget! 14 JAM KALIAN DUDUK DI KERETA!

Tips supaya kalian gak boring di kereta selama 14 jam, yaitu.
1.       Siapin lagu favorite, save di hp dan headset/earphone
2.       Bawa buku kesukaan
3.       Bantal leher
4.       Jajan!

Kami turun di stasiun akhir Sri Tanjung, yaitu stasiun Banyuwangi Baru. Ketika sampai situ akan ada bwanyaaak banget orang-orang yang nawarin jasa nganter ke pelabuhan. Karena kami emang udah tahu situasi dan kondisi, jadi kami putuskan buat jalan kaki aja ke pelabuhan. Karena emang deket dan mau mampir makan di Lamongan sekitar situ. Dari stasiun ke pelabuhan Ketapang ngga sampe 2 km kok. Jika kalian mau menekan pengeluaran... udah deeeeh jalan aja J
Deket-deket situ ada Indomaret dan kawannya alias alfamaret , Lamongan, nasi padang, sate dan banyaaak lagi yang harganya masih normal. Sembari nunggu agak jam 12an, kami makan dulu disitu. ATM juga lengkap, jadi jangan khawatir kehabisan duit kecuali kalau kalian emang saldonya kosong wkwkwk.

Sekitar pukul 10:30 WIB kami masuk Ketapang. Cari loket trus beli karcis buat naik kapal. Muraaah kok biaya buat naik Ferry, biayanya idr 6k doang. Dan ngga jauh setelah dari loket, ada mushala yang enak banget dipake buat rebahan bentar. Disitu kami mandi, shalat dan persiapan buat nyebrang. Jika kalian mampir ke mushala, jangan sampai nyampah dan usahain kasih sumbangan ya ^^
tiket kapal ferry

Setelah badan merasa udah siap, kami jalan ke arah pintu masuk daaan disana kami dikerubungi calo travel dan damri. Dengan kekuatan nawar, kami dapet biaya idr 60k naik damri dari Ketapang sampai terminal Ubung. Perjalanan naik kapal Ferry menuju Gilimanuk hanya 1 jam saja, dan dari Gilimanuk sampai terminal Ubung memakan waktu 2 jam. Namun yang harus diketahui, sesampainya di Gilimanuk menuju terminal akan diberhentikan oleh petugas pelabuhan dan para penumpang diharuskan turun untuk menunjukkan KTP. Jadi jangan sampai KTP ketinggalan karena mereka ngga mau kalau sekalipun dikasih lihat SIM. INGAT YA, KTP!

Pukul 05:00 WITA kami sampai terminal Ubung. Gilaaaa bus Damri bikin kami baca ayat kursi tiap detik. Tahu kan artinya? Hahahaha.
Dan kami sangat bersyukur karena pada tanggal dimana kami jalan, pada saat itu pula GRAB lagi diskon sampai idr 50k! Itu membantu bangeeet, karena artinya perjalanan kami dari terminal Ubung ke Kuta yang harusnya bayar idr 59k jadi Cuma bayar idr 9K doang :D
Perjalanan dari Terminal Ubung ke Kuta ditempuh ± 20 menit, lalu ngga lama kami ke guest house Arthawan; penginapan yang udah kami survey kemurahannya dan kebaikannya ngasi breakfast. Verry recommended buat para backpaker. 
Guest house Arthawan terletak di jalan Poppies, tepatnya lupa. Tapi itu ancer-ancernya situ deh. Idr
100k/night dan dapet breakfast, dan Arthawan juga bisa sewa motor idr 70k/day. Enak kok, kemana-mana deket. Cari makan dengan ngeluarin duit idr 8k juga masih bisa kalo dicari di daerah situ.
Hari pertama di Kuta dihabiskan dengan istirahat beberapa jam, lalu jalan-jalan layaknya turis. Nikmati sunset, makan junk food, ke Pub, dst. Seeewru!

ancer-ancer ke Arthawan Guest House

Arthawan Guest House
Part Berikutnya kami ke Suluban Beach, Warung Makan Pedas Bu Andika, Joger, and prepare go to Nusa Penida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tutor Nggawe Sesorah

CONTOH HASIL LAPORAN OBSERVASI PENDIDIKAN PANCASILA

Jegingger—novel Bekisar Merah dalam Bahasa Jawa dialek Banyumasan, Ahmad Tohari.